M-RADARNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan, bahwa tarif LPG 3 kg satu harga akan ditetapkan oleh pemerintah pusat dan berlaku secara nasional. Hal ini disampaikan Yuliot dalam keterangan resminya, pada Jumat (04/07/2025).
Menurut Yuliot, kebijakan LPG satu harga ini bertujuan untuk memberikan rasa keadilan bagi setiap wilayah dan secara khusus menyasar masyarakat kurang mampu. Penetapan harga oleh pemerintah pusat diperlukan untuk mencegah perbedaan harga jika ditetapkan oleh daerah.
Meskipun demikian, pengawasan pelaksanaan kebijakan LPG satu harga, terutama di tingkat pengecer, masih menjadi tantangan bagi pemerintah. Berbeda dengan pengawasan BBM satu harga yang dilakukan oleh BPH Migas, mekanisme pengawasan untuk LPG satu harga masih dalam tahap pembahasan.
“Jadi, di lapangan itu jangan sampai sasaran yang kami inginkan, masyarakat mendapatkan keadilan, harga yang baik, itu justru tidak terimplementasikan,” ujarnya.
Yuliot juga menyoroti fakta, bahwa masih ada daerah yang belum terlayani LPG dan masih bergantung pada minyak tanah. Ke depan, pemerintah akan mempersiapkan aturan untuk mengatasi masalah pemerataan ini.
Secara keseluruhan, pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa masyarakat mendapatkan keadilan harga yang baik melalui kebijakan ini.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengusulkan rumusan kebijakan baru terkait penetapan harga LPG 3 Kg menjadi satu harga dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pada Rabu (02/07/2025).
Menteri Bahlil menjelaskan, bahwa regulasi yang tengah disusun adalah revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 terkait penyediaan, pendistribusian dan penetapan harga LPG tertentu (3 kg).
Revisi beleid tersebut bertujuan untuk mewujudkan energi berkeadilan dan perbaikan tata kelola serta meningkatkan jaminan ketersediaan dan distribusi LPG tertentu di dalam negeri untuk rumah tangga sasaran, usaha mikro sasaran, nelayan sasaran, dan petani sasaran. Selain itu, regulasi tersebut akan mengatur secara komprehensif mekanisme penetapan satu harga berdasarkan biaya logistik.
“Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” ungkap Bahlil.
Aturan ini, jelas Bahlil, diharapkan mampu menyederhanakan rantai pasok dan memastikan subsidi tepat sasaran ke pengguna yang berhak menerima LPG, sehingga harga di konsumen akhir tidak lagi bervariasi dan secara berlebihan antarwilayah serta sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu jumlah konsumsi per pengguna.
Hasil temuan di lapangan, harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan berkisar antara Rp16.000-Rp19.000 per tabung seringkali bisa mencapai Rp50.000. Hal ini memicu pemerintah mentranformasi tata kelola LPG 3 Kg.
Salah satu faktor utama adalah adanya ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disediakan negara dengan realisasi di lapangan bahkan membuka celah kebocoran kuota dan rantai pasok yang panjang. “Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron,” tegas Bahlil.