BALI, (M-RADARNEWS.COM),- Pada awalnya Program kurasi ini adalah serangkaian dari kelanjutan program ARC of BALI Art Award yang telah terselenggara sejak tahun 2018, merupakan program rutin dua tahunan yang mengangkat potensi perupa pemula (emerging artists).
Di sela-sela periode tersebut pada tahun 2019 ini diselenggarakan program-program pameran yang melibatkan perupa-perupa yang memperoleh The Best Five (5 terbaik), dan seluruh perupa nominator. Pameran dibuat menjadi beberapa program dengan menggabungkan kecenderungan karya, penyelenggaraannya bekerjasama dengan beberapa venue di Bali dan di luar Bali.
Kurator, Wayan Sriyoga Parta mengungkapkan, bahwa program ini merupakan wujud nyata dari penyelenggara untuk menyiapkan serangkaian skema operasional untuk karya-karya terpilih dapat berkembang dan membuka peluang bagi perupa dapat menapaki eksistensi dan oreintasi karir ke depannya.
“Kerangka kurasi yang disiapkan dalam program ini, bertujuan memberi pendampingan untuk memperkuat gagasan visual dan mendorong perupa untuk melakukan riset-riset visual. Sehingga karya yang dihadirkan merupakan hasil olah rupa yang dibarengi dengan konsepsi yang mumpuni,” ujarnya saat acara jumpa pers yang digelar di Griya Santrian Gallery, Sanur, Kamis (14/3/2019).
Dalam pameran ini dengan mengusung tema “INNER EXPRESSION” atau ungkapan batin adalah frame kuratorial yang mencoba mempertemukan para peserta ARC of Bali dengan para peserta undangan terpilih dalam satu ruang pameran. Sedangkan Frame Kuratorial ini hadir sebagai sebuah gagasan untuk melihat dan menelisik kekaryaan para peserta yang terlibat dalam pameran ini, dimana terdiri dari para perupa dengan kecenderungan abstrak (si) maupun karya yang cenderung dekoratif.
Lanjut Wayan Sriyoga mengatakan, bahwa proses penciptaan karya abstrak maupun dekoratif sesungguhnya jika ditelisik lebih jauh memperlihatkan fokus persoalan dan pergulatan perupa atas aspek formalistik tentu saja tanpa bermaksud mengabaikan aspek konteks tematik di dalam karya masing-masing perupa.
“Dengan kecenderungan-kecenderungan karya yang bersifat dekoratif ataupun naivisme, realitas objektif tidak dihadirkan secara representasional melainkan dengan pendekatan abstraksi (penyederhanaan) deformasi (pembongkaran struktur), stilirisasi dan lain sebagainya,” imbuhnya
Selain itu, Made Susanta Dwitanaya juga menjelaskan, bahwa dalam karya abstrak (si) kita melihat bagaimana para perupa berproses menggamit berbagai aspek elementer yang dikontruksi sedemikian rupa, ternalarkan dalam persepsi artistik masing -masing perupa menjadi sebuah struktur kerupaan yang utuh, khas, dan berlapisi Realitas (alam) dihadirkan tidak sebagai realitas objektifnya secara representasional tetapi hadir dalam esensi kerupaanya atau terkadang hanya menjadi stimulus atas proses kreatif.
Dalam pameran ini, ada 35 Karya (judul) dan diikuti 14 perupa diantaranya:
- Komang Trisno Adi Wirawan
- Kadek Darma Negara
- Wayan Piki Suyersa
- Tien Hong
- Wayan Yusa Dirgantara
- Putu Sastra Wibawa
- Gede Oka Astawa
- I Wayan Sudarsana
- I Made Dabi Arnasa
- I Gusti Agung Bagus Ari Maruta
- I Wayan Adi Sucipta
- I Made Rai Irawan
- Sang Putu Semara ]aya (Undangan)
- Dewa Gede Purwita (Undangan)
Pendek kata dalam seni abstrak dan dekoratif kita melihat bagaimana perupa bermain dengan khusuk pada wilayah kerupaan itu sendiri. Aspek-aspek rupa dimainkan, diolah, dijelajah, dengan kemampuan dan nalar visual masing-masing perupa.
Sehingga yang hadir bukan semata salinan atas realitas yang ada di luar diri perupa, namun lebih pada pengendapan apa yang terjadi di dalam (batin) perupa. Pada titik inilah Frame Kuratorial ini hadir sebagai rangkuman atas apa yang dihadirkan perupa dalam karya karyanya, sehingga bukan sebuah kebetulan yang dipaksakan kenapa para perupa ini harus hadir dalam satu ruang dan momentum presentasi bernama pameran. (Tim/*)