M-RADARNEWS.COM – Gugus tugas internasional di bidang anti-pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, Financial Action Task Force (FATF) telah merilis daftar negara berisiko tinggi (high-risk jurisdictions) dan yurisdiksi dengan peningkatan pengawasan (increased monitoring) pada Oktober 2024.
Negara-negara yang masuk dalam kategori berisiko tinggi ini dikenal juga sebagai negara-negara yang masuk ke dalam daftar hitam (black list) FATF. Negara-negara tersebut memiliki kelemahan/defisiensi strategis dan fundamental dalam upaya memerangi tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Berdasarkan rilis FATF tersebut, negara yang masuk ke dalam daftar hitam terdiri atas Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) dan Iran.
Kepada Korea Utara, FATF menegaskan kepada seluruh negara untuk mengakhiri hubungan korespenden dengan perbankan dari negara tersebut, menutup anak perusahaan atau cabang-cabang bank yang terafiliasi dengan Korea Utara, dan membatasi hubungan bisnis dan transaksi keuangan dengan warga Korea Utara.
Sedangkan kepada Iran, hingga ditetapkan bahwa Iran telah mengimplementasikan Konvensi Palermo dan Pendanaan Terorisme sesuai Standar FATF, diserukan kepada seluruh yurisdiksi untuk menerapkan countermeasures yang efektif selaras dengan Rekomendasi 19 FATF.
Secara khusus untuk Myanmar, FATF meminta kepada seluruh negara agar menerapkan Enhanced Due Diligence (EDD) secara proporsional untuk risiko-risiko yang dimiliki Myanmar.
Kendati demikian, FATF menekankan, bahwa aliran dana untuk bantuan kemanusiaan, aktivitas non-profit organizations (NPO) yang sah, dan pengiriman uang tidak terganggu atau terhalang. FATF menekankan Myanmar akan tetap berada dalam daftar hitam, hingga seluruh rencana aksi yang ditetapkan FATF telah terpenuhi.
FATF juga merilis daftar negara-negara yang masuk dalam peningkatan pengawasan, atau dikenal juga dengan kategori daftar abu-abu (grey list).
Kategori yang masuk ke dalam daftar ini adalah negara-negara yang berada di bawah pengawasan dan secara aktif bekerja sama dengan FATF untuk mengatasi defisiensi strategis dalam memerangi pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi.
Sedangkan negara-negara yang masuk dalam kategori grey list telah berkomitmen untuk segera mengatasi seluruh defisiensi strategis yang teridentifikasi dalam jangka waktu yang disepakati, dan tunduk pada peningkatan pengawasan yang dilakukan FATF.
Dalam rilis FATF pada Oktober 2024, negara-negara yang masuk dalam kategori daftar abu-abu terdiri atas Afrika Selatan, Aljazair, Angola, Bulgaria, Burkina Faso, Filipina, Haiti, Kamerun, Kenya, Kroasia, Lebanon, Mali, Monako, Mozambik, Namibia, Nigeria, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan, Suriah, Tanzania, Venezuela, Vietnam, dan Yaman.
Terhadap negara-negara yang masuk dalam grey list, PJK diimbau untuk mempertimbangkan defisiensi (gaps) risiko yang dimiliki negara tersebut ke dalam pelaksanaan analisis risikonya. Di samping itu, FATF juga merilis negara-negara yang tidak lagi masuk ke dalam pengawasan FATF/grey list, yaitu Senegal.
FATF dan badan-badan regionalnya (FATF Style Regional Bodies/FSRB) terus bekerja sama dengan negara-negara yang masuk dalam kategori black list dan grey list, untuk melaporkan kemajuan yang dicapai dalam mengatasi defisiensi strategis yang masih ada.
Terakhir, FATF mendorong kepada negara-negara tersebut untuk segera menyelesaikan rencana aksi mereka berdasarkan jangka waktu yang disepakati. FATF menyambut baik komitmen dari negara-negara tersebut, dan akan memantau kemajuannya dengan cermat. (TA)