JATIM, (M-RADARNEWS),- Terkuaknya kantor Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi menimbulkan masalah atau konflik dengan adanya penempatan kantor desa yang selama puluhan tahun menempati tanah hak milik warga setempat, sehingga penempatan kantor desa untuk segi pelayanan tidak membuahkan hasil sempurna. Akhirnya terjadi permasalahan konflik antara pemilik tanah tersebut. Hal ini menjadi pertanyaan warga sekitar dan kalangan umum, berharap permasalahan sengketa atau konflik tersebut bisa selesai dengan harapan yang sesuai diharapkan oleh hak milik tanah tersebut.
Didapat informasi oleh pewarta Banyuwangi dan warga setempat, terkait kantor Desa Bangsring di setiap gedung sudah tertempel tulisan hak milik atas nama Saleman. Tim langsung mencari informasi melalui whatsapp kepala Desa Bangsring untuk lakukan konfirmasi, tapi konfirmasi tersebut tidak ada respon sama sekali.
Di waktu yang sama, tim media m-radarnews.com mencari informasi kepada bapak Badar selaku Bendahara desa mengatakan, saya tidak tau mas terkait kompensasi kepada hak milik itu seperti apa dan tanah tersebut ditempati desa sudah puluhan tahun mas. untuk konfirmasi sampean selaku media nanti saya sambungkan ke pak kades nya mas,” terangnya.
Disisi lain dengan waktu yang berbeda, tim media mencari informasi melalui whatsapp-nya kepada bu camat wongsorejo terkait penempatan kantor desa mengatakan, “Dibicarakan ke kantor saja mas dan desa memang tidak punya bukti tertulis tentang kepemilikan tanah kantor Desa Bangsring, mungkin kepala desa yang dulu dalam pengarsipannya tidak tertib mas dan pihak desa sudah punya niatan untuk membeli tanah tersebut, namun pemilik membuka harga 750 permeter mas.” ungkapnya.
Ibu Camat menambahkan, pihak desa mau membeli tentunya dasar penawaran hasil penilaian pihak independent dan harga yang diberikan oleh pemilik terlalu tinggi dan dana desa tidak bisa membeli diatas harga apresel, sehingga sampai sekarang belum ada kesepakatan harga antara pemilik dan desa,” tegasnya.
Lebih lanjut, bu camat menyampaikan terkait kompensasi penempatan desa kepada pemilik tanah mengatakan, “Saya tidak tau, mungkin dulunya ada kompensasi dari pemerintah, tapi karena sekarang tidak ada bukti tertulis di desa dan bangunan inpres sekitar tahun 1981. Desa dan kecamatan akan terus mencari arsip bukti tertulis ke bagian arsip dan mudah-mudahan cepat ketemu. Untuk setrifikat tanah tersebut terbit tahun 2017 lewat notaris,” ungkapnya.
Di tempat berpisah, team media m-radarnews.com mencari informasi kepada bapak budi dan segenap keluaraga pemilik tanah melalui telephone mengatakan, “Kantor desa tersebut numpang gratis dan tidak ada kompensasi apapun sejak menempati mulai tahun 1982 menempati tanah keluarga mas. Sempat saya tanyakan ke desa, tapi beralasan harganya yang tidak mampu. Pada waktu awal, saya mintak 500 kepada pak lurah dan pak lurah menyampaikan untuk 4 kali bayar. Saya pernah berapa kali melakukan surat ke desa, namun tidak ada respon sama sekali oleh desa,” ungkap dengan nada geram.
Dalam hal ini tidaklah pantas pemeritahan desa harus berlawanan dengan warganya sendiri,karena kantor desa salah satu mamfaat memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakatnya dan juga sebagai pelindung warga. (Tim)