M-RADARNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK RI menggelar konferensi pers terkait dengan kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pejabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM) yang dilakukan pada Minggu (12/11/2024) dini hari lalu.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kegiatan OTT dilakukan terkait dengan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji berupa suap dalam rangka mengkondisikan temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
“KPK telah melakukan pengamanan terhadap 10 orang pada hari Minggu tanggal 12 November 2003, yang dilakukan di dua wilayah berbeda. Yakni Kabupaten Sorong dan wilayah Jakarta,” kata Firli dalam keterangannya di gedung KPK Jakarta, melalui kanal Youtube KPK RI, Selasa (14/11/2023).
“Sebanyak 10 orang tersebut yaitu ES; Kepala BPKAD Kabupaten Sorong, MS; Staf BPKAD Kabupaten Sorong, Yan Piet Mosso (YPM); Pj Bupati Sorong, AH; Kasub AUD BPK Provinsi Papua Barat, DP; Ketua Tim Pemeriksa BPK, DFD; Anggota Tim Pemeriksa BPK, PLS; Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat, DM; Staf Perwakilan BPK Papua Barat, EP; Security BPK Papua Barat, dan FJ; Tenaga Ahli BPK,” lanjutnya.
Adapun kronologis tangkap tangan, sebagai wujud respon atas adanya informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan penyerahan sejumlah uang pada penyelenggara negara atau yang mewakilinya, terkait pengkondisian temuan hasil pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Pada hari Minggu, 12 November 2003 yang lalu, tim KPK memperoleh informasi akurat terkait dengan penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari YPM kepada AH, DP, dan DFD sebagai perwakilan PLS bertempat di salah satu hotel di Kota Sorong. Tim KPK melakukan pembentukan dua tim yang bertugas mengamankan YPM, DS, MS, AH, dan DP di Sorong, sedangkan untuk PLS diamankan di Jakarta.
Dari kegiatan tangkap tangan, tim KPK telah melakukan pengamanan berupa uang tunai sejumlah sekitar Rp 1,8 miliar dan 1 buah jam tangan merk Rolex yang merupakan hasil kejahatan. Selanjutnya para pihak yang diamankan beserta barang bukti dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut secara intensif.
Dengan adanya kepercayaan masyarakat yang melaporkan kepada KPK terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi dengan dilengkapi informasi dan bahan yang valid dipercaya, KPK melakukan pengumpulan tambahan berbagai informasi dan keterangan lanjutan hingga berproses pada tahap penyelidikan dalam upaya menemukan adanya suatu peristiwa pidana untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup guna tentukan untuk dinaikkan kepada tahap penyidikan.
Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara tersebut bertahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan para tersangka sebagai berikut; YPM, ES, MS, PLS, AH, dan DP.
Konstruksi Perkara
Firli Bahuri mengatakan, berawal dari kewenangan BPK RI untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan di seluruh pemerintah daerah dan salah satunya di provinsi baru, DOB baru daerah otonomi baru Papua Barat Daya. Sebagai tindak lanjutnya salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), yang lingkup pemeriksaannya di luar keuangan dan pemeriksaan kinerja.
“Di dalam surat tersebut di dalam surat tugas tersebut komposisi personil yaitu PLS sebagai penanggung jawab, AH selaku Pengendali Teknis, DP selaku Ketua Tim untuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah Tahun Anggaran 2022-2023 pada Pemerintah Daerah Sorong dan instansi terkait lainnya, termasuk Provinsi Papua Barat Daya,” tuturnya.
Dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Sorong diperoleh adanya beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Anak buah YPM yaitu ES dan MS menjalin komunikasi dengan AH dan DP yang merupakan perwakilan dari PLS. Adapun salah satu komunikasi yang dilakukan adalah pemberian uang oleh ES dan MS kepada AH dan DP agar temuan BPK itu menjadi ditiadakan.
Terkait teknik penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah, di antaranya di hotel yang ada di Kota Sorong. Secara bergantian ES dan MS menyerahkan uang kepada AH dan DP. Setiap penyerahan uang kepada AH dan DP selalu dilaporkan oleh ES dan MS, begitupun AH dan DP yang melaporkan dan menyerahkan uang ke PLS.
“Sebagai bukti permulaan, uang yang diserahkan YPM melalui ES dan MS kepada PLS melalui AH dan DP sejumlah uang tunai Rp 940 juta dan satu jam tangan Rolex. Sedangkan penerimaan PLS bersama-sama AH dan DP yang juga sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp 1,8 miliar,” jelas Ketua KPK.
Untuk kepentingan penyidikan, Firli menyebut, penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka selama 20 hari terhitung mulai tanggal 14 November 2023 sampai dengan 3 Desember 2023 di Rumah Tahanan Negara KPK.
Atas perbuatannya, tersangka YPM, ES dan MS sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap PLS, AH dan DP sebagai pihak penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (rd/*)