JATIM, (M-RADARNEWS),- Ratusan pejabat eselon II dan III Pegawai Negeri Sipil (PNS), melaporkan harta kekayaan mereka pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mulai dari kepala bidang (kabid), kepala bagian (kabag), camat, dan kepala Satuan Kepala Perangkat Daerah (SKPD) melaporkan kekayaan mereka. Rabu, (4/7).
Bertempat di kantor Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) terdapat 215 pejabat, dengan rincian pejabat eselon dua 34 orang dan eselon tiga 181 orang. Mereka terdiri dari 25 camat, 9 kepala bagian, dan 147 non kepala SKPD.
“Saat ini berdasarkan undang-undang, semua pejabat eselon tiga dan dua, wajib melaporkan harta kekayaan pada KPK. Baik itu harta benda bergerak maupun tidak bergerak,” kata Sih Wahyudi, Kepala BKD Banyuwangi.
Mekanisme pelaporan harta kekayaan pada KPK saat ini melalui sistem online melalui aplikasi e-LHKPN, sistem laporan harta kekayaan Penyelenggara Negara secara Elektronik secara elektronik . Selain harta kekayaan juga wajib dilaporkan, gaji, honor, dan tambahan penghasilan pegawai (TPP).
“Semua laporan harus rinci dilampirkan bukti-bukti administrasi. Misalnya rumah atau tanah harus dilampirkan sertifikat. Demikian juga laporan lainnya,” kata Sih Wahyudi.
Sih Wahyudi mengatakan, untuk tahun ini mekanisme pelaporan berbeda dari tahun sebelumnya. Apabila tahun sebelumnya menggunakan cara manual, kini melalui e-LHKPN.
“Semuanya terhubung langsung ke KPK. Tiap pelapor akan diberikan username dan passoword dari KPK. Setelah itu muncul form-form yang harus diisi,” jelas Sih Wahyudi.
Nilai harta kekayaan ini bersifat rahasia. Hanya pelapor dan KPK saja yang tahu. Meski rahasia, para pejabat wajib mengisi sesuai dengan kenyataan.
“Harus diisi seuai dengan kekayaan yang dimiliki. Kalau tidak sesuai resiko tanggung penumpang, karena hanya KPK dan pelapor yang tahu. Saya saja tidak tahu berapa nilai kekayaan masing-masing pejabat,” jelasnya.
Pelaporan LHKPN dilakukan pada tiga kali. Pertama saat pertama kali menjabat jabatan baru. Kedua, laporan tahunan yang dilaporkan setiap tahun meliputi penambahan dan pengurangan kekayaan, atau tetap. Ketiga, laporan menjelang pensiun.
Sih Wahyudi menjelaskan, untuk eselon empat, juga wajib melaporkan harta kekayaan. Bedanya, eselon empat mengisi Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). “Tapi bedanya, LHKASN ini hanya diberikan pada bupati,” tambah Sih Wahyudi. (TIM/HM)