Site icon www.m-radarnews.com

Tolak UU Kesehatan, DPRD Jatim Siap Kawal Aspirasi Nakes

JATIM, (M-RADARNEWS),-                  Ratusan tenaga kesehatan (nakes) dari berbagai organisasi profesi mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim). Kedatangan rombongan Nakes tersebut meminta DPRD Jatim untuk menyampaikan penolakan mereka terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus law.

Mereka diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad serta beberapa anggota dewan seperti Hari Putri Lestari, Suwandy, dr Benjamin Kristianto dan Hadi Dediyansah di ruang rapat paripurna DPRD Jatim.

Wakil Ketua DPRD Jatim Sadad menegaskan, bahwa DPRD Jatim siap mengawal aspirasi yang telah disampaikan oleh organisasi Nakes yang menaungi IDI, PDGI, PPNI, IAI hingga tersampaikan ke pemerintah pusat dalam hal ini ke Komisi IX DPR RI.

“Karena sesuai sistem ketatanegaraan kita, Undang-Undang menjadi ranah dari DPR RI. Sehingga posisi DPRD adalah menampung aspirasi itu dan kita sepakat, bahwa apa yang menjadi keluhan dari organisasi profesi, secara substansi itu memang menurut saya mencederai keadilan di kalangan tenaga kesehatan,” ujarnya seperti dikutib, Kamis (09/06/2023).

Lanjut Sadad, nanti Komisi E sebagai alat kelengkapan dewan akan mendampingi mereka bertemu dengan Komisi IX, agar warna Undang-Undang sesuai dengan harapan. “Sudah tugas kami sebagai legislatif mengawal aspirasi rakyat,” jelas Sadad.

Sementara itu, Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim Dr dr Abdulloh Machin menyebut RUU itu tidak memperhatikan masukan dari para organisasi profesi. “Mekanisme munculnya rancangan Undang-Undang itu dari awal tidak sesuai prosedur. Juga adanya public hearing ternyata itu hanya untuk legitimasi saja. Apa masukan dari organisasi profesi tidak diperhatikan,” ucapnya.

Abdulloh Machin mengungkapkan, bahwa pihaknya banyak memberi catatan merah pada RUU tersebut, karena tidak sesuai dengan keinginan para Nakes. Catatan merah itu terkait perlindungan tenaga kesehatan, penguatan organisasi profesi, serta penguatan kemandirian anak bangsa.

“Di RUU ini malah memberikan karpet merah kepada dokter asing, yang mungkin kualitasnya tidak sama dengan kita. Perlindungan profesi inilah yang perlu kita tegaskan pada RUU ini. Kita intinya, minta pemerintah bisa mendengarkan kami,” jelasnya.

Berikut pernyataan sikap koalisi organisasi kesehatan Jawa Timur tentang penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan:

  1. Proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan (omnibus law) telah mencederai proses berdemokrasi, cacat prosedur penyusunan perundang-undangan, dan sangat terburu-buru dan sembunyi-sembunyi.
  2. Proses public hearing yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak menjalankan partisipasi bermakna yang sebenarnya dan hanya formalitas belaka. Hal ini tergambar dari DIM, yang diajukan pemerintah tidak memuat apa yang disuarakan oleh organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kredibiltas dan kompetensi dalam memberi masukan. Justru pemerintah banyak mengakomodasi organisasi-organisasi yang tidak jelas bentukannya dan sangat nyata proses disintegrasi profesi kesehatan yang diperlihatkan dalam proses public hearing.
  3. Pembungkaman suara-suara kritis yang dilakukan secara formal oleh pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melanggar hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945. Pemberhentian seorang guru besar (Prof Dr.Zaenal Muttaqin, Sp.BS) merupakan bukti nyata power abuse yang berdampak bagi hak-hak individu warga negara, serta yang terpenting adalah terganggunya proses pendidikan kedokteran.
  4. Adanya kasus kekerasan yang terjadi di Lampung Barat dan beberapa daerah lain yang dialami oleh tenaga medis maupun tenaga kesehatan lain, memperlihatkan adanya keterlibatan organisasi profesi setempat. Hal ini harus dipandang sebagai upaya organisasi profesi membantu pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan. RUU Kesehatan sangat memperlihatkan upaya pemerintah menghapus keberadaan organisasi profesi yang telah lama mengabdi bagi negeri. Di saat pandemi bukti pengabdian ini sangatlah nyata, namun setelah pandemi ada upaya untuk menghilangkan peran dan bahkan ada upaya disintegrasi yang dilakukan pemerintah terhadap profesi kesehatan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan Pancasila, yaitu Sila Persatuan Indonesia. (rd/hm)
Spread the love
Exit mobile version