BALI, (M-RADARNEWS.COM),- Dua wartawan di Bali, atas nama Remigius Nahal dari media Online Klikpena.com dan Simon R Sanur dari harian Umum Dialog/ Derap Hukum mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari I Ketut Sudarsana, SH, Perbekel (Kepala Desa) Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, di Kantor Desa Buduk, Selasa (13/11/2018) lalu.
Dengan sikap arogan, Perbekel Buduk ini mengusir kedua wartawan yang hendak meliput jalannya mediasi kasus pencemaran lingkungan yang terjadi di Banjar Bernasi, Desa Buduk.
Atas peristiwa pengusiran itu, Pengacara dari kedua jurnalis yakni Benyamin Seran dan Siti Sapurah dalam jumpa Pers di Restoran Center Point, Renon pada, Kamis (15/11/2018) sore mengatakan, masalah pencemaran lingkungan hidup adalah informasi yang harus dishare ke Publik.
“Kasus pencemaran lingkungan hidup adalah informasi yang harus dishare ke publik apa sih yang sebenarnya terjadi, dan wartawan wajib mempublishnya,” terang Benyamin.
Menurut Benyamin, masalah ini sempat menjadi viral di media sosial Facebook. Bahkan bukan hanya sempat viral saja.
Namun, kata Benyamin, tetapi kenyataan masyarakat sudah menjadi korban selama 9 tahun.
“Disini wartawan diundang ke sana, kenapa wartawan perlu harus diberitakan kepada publik karena memang ini informasi yang perlu dibagi-bagi,” tandas Benyamin.
Benyamin menerangkan, ketika wartawan datang meliput apakah setiap datang meliput ke suatu kejadian perlu diundang terlebih dahulu, kan tidak.
“UU Pers telah, sudah memberikan hak kepada wartawan untuk meliput apabila ada kejadian memang perlu untuk dilakukan peliputan,” terang Benyamin Seran.
“Kalau dia beralasan mengusir karena tidak diundang ini sebuah bentuk pengekangan terhadap kebebasan pers. Seolah-olah pers jadinya kalau mau liput harus diundang dulu. Kalau tidak diundang jangan diliput,” tambahnya.
Menurut Benyamin, ini celaka. Dan sebuah pemikiran yang sesat. Apalagi pemikiran datang dari seorang pejabat publik atau perbekel.
Benyamin Seran kemudian menjelaskan UU tentang Pers. Dimana ada ketentuan pidananya.
“Dalam pasal 18 dikatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah),” terang Benyamin.
Pengacara muda asal NTT berencana akan melayangkan surat Somasi kepada Perbekel Desa Buduk.
“Nanti kita akan somasi, apalagi dia pihak pejabat publik. Kita akan melayangkan somasi. Kita kasih batas waktu. Kalau ada itikad baik bolehlah kita akan selesaikan secara pendekatan kekeluargaan tapi kalau tidak kita akan ambil langkah hukum. Karena ini negara hukum,” tegas Benyamin
Sementara itu Siti Sapurah dalam kesempatan yang sama menjelaskan lebih kepada dampak yang diakibatkan.
Siti Sapurah atau yang diakrab Ipung ini mengatakan, pelecehan terhadap profesi wartawan itu sudah ada ancamannya.
Namun, mantan pengacara kasus Engeline ini dalam menanggapi masalah ini lebih menekankan pada tindakan sorang tokoh atau kepala desa yang hanya mengacu kepada kepentingan atau keuntungan pribadi tetapi tidak mengacu pada akibat. Akibat yang dimaksud yaitu mengacu pada masa depan seorang anak.
“Bayangkan, polisi udara yang sudah 9 tahun lamanya. Yang paling rentan terkena adalah anak-anak. Lebih khusus yang masih berusia dibawah nol bulan atau bayi. Ini mau di apakan. Kalau sampai kita lihat ada apa-apa masa tumbuh kembang dia terganggu itu kita bisa pidana kan lagi. Mengacu pada UU Perlindungan anak dan UU Kesehatan,” terang Ipung.
Ipung menegaskan, bahwa terkait kasus ini tidak hanya mengacu pada kasus pengusiran wartawan namun lebih pada aspek lain yang ada di dalam kasus ini.
“Tidak boleh seorang kepala Desa membiarkan akibat yang lain terjadi. Yang punya dampak lebih besar. Apabila dia tidak mau bernegosiasi kita akan tembak dia pakai UU yang tadi itu,” tutup Ipung.
Sebelumnya, pada Selasa (13/11/2018) lalu, kedua Jurnalis yaitu Remigius Nahal dari media Online Klikpena.com dan Simon R Sanur dari harian Umum Dialog/ Derap Hukum melakukan peliputan atas jalannya mediasi kasus pencemaran lingkungan yang terjadi di Banjar Bernasi, Desa Buduk
Namun ketika berada di Kantor Desa tersebut kedua wartawan ini diusir oleh I Ketut Sudarsana, SH, Perbekel (Kepala Desa) Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.
“Kami diusir. Dia beralasan, kami tidak diundang untuk meliput. Padahal, kami hadir atas undangan warga yang mengadukan kasus pencemaran lingkungan ini,” kata Simon R Sanur, kepala wartawan di Denpasar, Kamis (15/11/2018).
Ia berpandangan, apa yang dilakukan Perbekel Buduk sudah melecehkan profesi wartawan. Apalagi selama berjalannya mediasi, sebagaimana laporan warga yang hadir, Perbekel Buduk dengan bangganya mengumumkan bahwa dirinya telah mengusir wartawan.
“Kata warga, selama proses mediasi, Perbekel Buduk juga umumkan ‘keberhasilannya’ mengusir wartawan yang hendak meliput jalannya mediasi. Bahkan sampai tiga kali Perbekel Buduk katakan: ‘Saya usir mereka. Naik darah saya’. Ini bentuk pelecehan kepada wartawan, apalagi dia pejabat publik yang tidak sepantasnya melakukan hal tersebut,” tandas Simon.
Simon bersama Remigius Nahal pun mempertimbangkan menempuh jalur hukum terkait kasus pengusiran ini. Apalagi apa yang dilakukan Perbekel Buduk, sudah melanggar UU Pers.
“Kami akan laporkan ini kepada aparat penegak hukum. Tapi mungkin terlebih dulu kami layangkan somasi melalui kuasa hukum kami,” ujar Simon.
Dikatakan, mediasi ini dilakukan, menyusul aduan warga Perum Griya Alam Bernasi, Banjar Bernasi, Desa Buduk, yang intinya mengeluhkan pencemaran lingkungan di wilayah itu.
Dalam aduan yang dilayangkan kepada Perbekel Buduk tertanggal 10 Oktober 2018 dan ditandatangani oleh 23 warga ini, intinya mengeluhkan keberadaan penggilingan padi di lingkungan tersebut.
Pasalnya, penggilingan padi tersebut setiap hari mengeluarkan debu dan pada sore hari memproduksi asap tebal karena pembakaran sampah pabrik. Efek yang ditimbulkan adalah warga menderita gangguan pernapasan, batuk – batuk dan gatal – gatal.
Menanggapi aduan warga ini, Perbekel Buduk melalui Surat Nomor 005/ 2134/ Pem/ 2018 tertanggal 8 November 2018, melayangkan surat undangan untuk menghadiri mediasi kepada warga Perum Griya Alam Bernasi dan I Made Mertayasa (pemilik penggilingan padi).
Mediasi yang berakhir dengan damai ini, justru dinodai dengan sikap arogan Perbekel Buduk yang justru mengusir wartawan. Hingga berita ini ditulis, Perbekel Buduk belum berhasil dikonfirmasi wartawan terkait hal ini. (Tim)