M-RADARNEWS.COM, JATIM – Kenaikan cukai 10 persen berdampak sangat serius terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT), khususnya di Jawa Timur. Hal itulah yang menjadi perhatian serius Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang didampingi Ketua Kadin Malang Priyo Sudibyo saat mengunjungi dua pabrik rokok di Jawa Timur, yakni CV Sayapmas Nusantara sebagai produsen rokok Sayap Mas dan PT Gudang Baru Berkah sebagai produsen rokok Gajah Baru, Rabu (24/01/2024).

Betapa tidak, LaNyalla menyebut, Jawa Timur merupakan daerah yang berkontribusi signifikan terhadap produksi tembakau nasional. “Kontribusi industri tembakau di Jawa Timur sendiri mencapai 33 persen dari angka Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur. Sejumlah daerah seperti Madura, Probolinggo, Pasuruan, Jombang dan Jember merupakan penghasil tembakau yang meliputi 50 persen persen produksi tembakau nasional,” katanya.

Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu faktor manufaktur nasional yang strategis dan memiliki keterkaitan luas mulai dari hulu hingga hilir. Selain itu, dia juga menilai jika IHT juga memberikan kontribusi besar dan berdampak luas terhadap aspek sosial dan ekonomi.

Berdasarkan data yang dilansir Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 juta adalah pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan.

“IHT sendiri telah memberikan multiplayer effect kepada petani tembakau dan juga masyarakatnya, karena dengan semakin banyaknya tenaga kerja yang terserap, tentu akan memberikan dampak berantai kepada perekonomian negara. Menurut saya, sejauh ini juga belum ada industri yang dapat menyerap tenaga kerja sebesar IHT,” tegasnya.

Lebih jauh LaNyalla menjelaskan, bahwa sumbangan cukai rokok terhadap penerimaan negara sangat besar. Tercatat hingga Oktober 2023, realisasi penerimaan cukai rokok sudah mencapai Rp163.2 triliun.

Di Jawa Timur sendiri, LaNyalla menyebut pabrik rokok, baik skala produksinya dari yang besar dan kecil, cukup berperan sebagai penopang ekonomi masyarakat, sehingga pengaruhnya sangat besar dan memberikan efek berantai.

“Jangan sampai kenaikan cukai ini justru mematikan IHT yang tengah berkembang. Kita harus ingat bahwa cukai bersifat double function, yakni fungsi budgetair dan regulerend. Ini penting untuk dipahami, terutama juga yang sekarang menjadi primadona daerah, yakni Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau atau DBHCHT,” jelasnya.

Kendati demikian, LaNyalla pun meminta kepada pemerintah untuk memikirkan ulang kenaikan cukai tersebut. “Saya mengusulkan kepada pemerintah untuk menunda kenaikan tersebut untuk ditinjau kembali dengan memperhatikan berbagai faktor,” saran LaNyalla.

Sementara GM CV Sayapmas Nusantara sebagai produsen rokok Sayap Mas Navaf menjelaskan, kenaikan cukai itu berdampak cukup besar terhadap perusahaan. Lantaran cukai yang naik, maka permintaan pasar terhadap produk olahan tembakau CV Sayapmas Nusantara mengalami penurunan permintaan.

“Karena kenaikan cukai, maka kami menaikkan harga pasaran. HPP naik, maka harga pun naik. Imbasnya, permintaan menurun. Kami mendapat komplain karena harga yang terus naik,” kata Navaf.

Sebab, kata dia, bukan kali ini saja cukai rokok mengalami kenaikan. Tahun lalu, Navaf menyebut, cukai rokok mengalami dua kali kenaikan. “Tahun ini kembali naik, padahal tahun lalu sudah dua kali harga cukai naik. Kami berharap hal ini menjadi perhatian serius pemerintah,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Bagian Hubungan Industrial PT Gudang Baru Berkah Ziauddin tak menampik jika kenaikan cukai berdampak pada penyesuaian harga jual produknya di pasaran. “Kami melakukan perubahan harga yang tentu saja berpengaruh terhadap konsumen. Maka, kami harus memutar otak melakukan perubahan strategi penetrasi pasar. Kami harus memberikan penjelasan kepada konsumen,” katanya.

Selain itu, Ziauddin menjelaskan, jika kenaikan harga otomatis akan dibarengi dengan peningkatan kualitas dan cita rasa produk. Sebab, kata dia, konsumen amat sensitif terhadap rasa. Di sisi lain, Ziauddin menjelaskan, jika Industri Hasil Tembakau merupakan industri padat karya. Apalagi, kata dia, rokok kretek sudah menjadi identitas bangsa.

“Kami berharap keberlanjutan industri ini mendapat kepastian dan perlindungan hukum dari pemerintah. Apalagi kami juga dihadapkan pada produk ilegal. Kami berharap dengan kepastian dan perlindungan hukum dari pemerintah akan tercipta pasar yang fair terhadap industri hasil tembakau,” tutupnya. (red/*)

Spread the love